"Karena Feromon Kita Jadian Euy..."

Kata orang, jatuh cinta sejuta rasanya. Bikin hepi, juga sedih. Dengan cinta hidup ini jadi indah dan berwarna. Ternyata, cinta ada rumusnya lho. Bisa diterangkan secara kimia. Lucu ya, kok cinta yang abstrak bisa dijelaskan dengan rumus-rumus. Tapi bener lho. Secara ilmiah, perasaan cinta dan kasih sayang yang timbul tidak terlepas dari peranan senyawa-senyawa kimia. Salah satunya bernama feromon.


Kata feromon berasal dari bahasa Yunani yaitu pheromone. Phero berarti pembawa dan mone sensasi. Senyawa feromon didefinisikan sebagai suatu subtansi kimia yang berasal dari kelenjar endokrin. Digunakan untuk mengenali sesama dan membantu proses reproduksi.
Senyawa feromon pada manusia dihasilkan oleh kalenjar endokrin pada ketiak, wajah (pada telinga, hidung, dan mulut), kulit, dan kemaluan. Aktif bila yang bersangkutan telah cukup umur (baligh). Feromon tidak dapat dilihat, volatil (mudah menguap), tidak dapat diukur, tetapi dapat dirasa. Senyawa ini biasa dikeluarkan oleh tubuh saat sedang berkeringat dan tertahan pada pakaian yang kita gunakan. Menurut para peneliti dan psikolog, senyawa feromon dapat mempengaruhi hormon-hormon dalam tubuh terutama otak kecil manusia dan diklaim mempunyai andil dalam menimbulkan rasa ketertarikan manusia pada manusia lainnya. Andilnya bukan terbatas dalam mencari pasangan hidup saja lho, tapi juga dalam memilih teman yang cocok.

Hembusan Feromon
Feromon bekerja melalui udara. Gini lho, ketika dua orang berdekatan dan bertatapan mata, feromon yang kasat mata dan volatil, akan tercium oleh organ tubuh manusia yang paling sensitif yaitu vomeronasalorgan (VNO). Organ dalam lubang hidung yang sangat peka. Organ ini terhubung dengan hipotalamus pada bagian tengah otak melalui jaringan-jaringan syaraf. Tubuh akan merespon aroma ini dengan sangat cepat. Bentuk respon berupa perubahan psikologis tubuh manusia. Seperti perubahan detak jantung (berdetak lebih kencang), pernafasan (beraturan atau tidak), temperatur tubuh (panas dingin), peningkatan kalenjar hormon seperti kalenjar keringat, testosteron (pada laki-laki) atau estrogen (pada wanita).
Selain itu, otakmu mungkin juga akan bereaksi dengan mengeluarkan suara-suara bergemuruh. Nggak percaya? Tanya deh sama tim peneliti Duke University Medical Center dan Howard Hughes Medical Institute. Mereka sudah membuktikannya melalui sebuah percobaan pada tikus yang mencium feromon pasangannya. Tim ini menanam serangkaian elektroda ke dalam wilayah otak tikus yang disebut accessory olfactory bulb (AOB). Berfungsi memproses informasi yang dikirim dari organ veromonasal.
Elektroda ini meneruskan aktivitas listrik di AOB ke sebuah sistem yang mengubah sinyal listrik menjadi suara. Hasilnya? Mereka mendengar sinyal otak yang bersuara liar. Bergemuruh.

Efek Narkoba
Ternyata feromon bisa diibaratkan narkoba. Lho, kok? Soalnya senyawa ini bakal bikin kamu-kamu semua ‘kecanduan’ alias pengen terus ketemu si dia. Kalo sehari nggak ketemu rasanya gimana gitu. Kalo nggak denger suaranya duh puyeng rasanya. Namun, efek narkoba ini akan menghilang seiring waktu. Soalnya senyawa ini nggak diproduksi terus menerus. Akibatnya, ketertarikan kita pada seseorang memudar. Wah, trus gimana ortu kita? Ternyata untuk pasangan dewasa, kedudukan feromon digantikan oleh oksitosin. Sejenis senyawa yang selalu diproduksi pasangan yang terus berusaha saling sayang dan setia. Romantis ya.

Related Posts by Categories